Biografi Abu
Bakar Ash-Shiddiq
Nama Abu Bakar Ash-Shiddiq yang
sebenarnya adalah Abdullah bin Usman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin
Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr Al-Qurasy At-Taimi.
Ibunya adalah Ummu Al-Khair Salma
binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Ayah dan ibunya berasal
dari kabilah Bani Taim. Ayahnya diberi kunyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah.
Pada masa jahiliyah, Abu Bakar diberi gelar “Atiq”.
Jasa Abu Bakar di dalam
Mengumpulkan Al-Qur’an
Pada tahun 12 H., Abu Bakar
memerintahkan Zaid bin Tsabit agar mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai tempat
penulisan, baik yang ditulis di kulit-kulit, dedaunan, maupun dari hafalan yang
tersimpan dalam dada kaum muslimin. Peristiwa itu terjadi setelah para Qari’
penghafal Al-Qur’an banyak yang terbunuh dalam peperangan Yamamah. Zaid bin
Tsabit pernah berkata, “Abu Bakar mengirim surat kepadaku tentang orang-orang
yang terbunuh di perang Yamamah. Pada saat aku mendatanginya, aku melihat Umar
bin Khathab berada disampingnya. Abu bakar lalu berkata, ‘Umar mendatangiku dan
berkata, ‘Sesungguhnya banyak Qari’ penghafal Al-Qur’an yang telah gugur dalam
peperangan Yamamah. Aku takut jika para Qari’ yang masih hidup, lalu di kamudian
hari terbunuh dalam peperangan, akan mengakibatkan hilangnya sebagaian besar
dari ayat Al-Qur’an. Menurut pendapatku, engkau harus menginstruksikan agar
segera mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an.’
Aku (Abu Bakar) bertanya kepada
Umar, ‘Bagaimana aku melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah?’
Umar menjawab, “Demi Allah, ini adalah kebaikan!’” Dan Umar terus menuntut Abu
Bakar hingga Allah melapangkan dadanya untuk segera melaksanakannya, akhirnya
Abu Bakar pun setuju dengan pendapat Umar.
Zaid bin Tsabit berkata,
“Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku, ‘Engkau adalah seorang pemuda yang
jenius, berakal, dan penuh amanah. Selain itu, engkau pun telah terbiasa
menulis wahyu untuk Rasulullah, maka carilah seluruh ayat Al-Qur’an yang
berserakan dan kumpulkanlah.’” Lalu, Zaid berkata pada dirinya sendiri, “Demi
Allah, jika mereka memerintahkan aku untuk memikul gunung, tentulah lebih
ringan bagiku daripada melaksanakan perintah Abu Bakar untuk mengumpulkan
Al-Qur’an.” Kemudian Zaid bin Tsabit pun mulai mengumpulkan tulisan-tulisan
Al-Qur’an yang tertulis di daun-daunan, kulit, maupun dari hafalan para
penghafal Al-Qur’an.
Kedermawanan Abu Bakar
Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Umar Bin Khathab, dia berkata, “Rasulullah menyuruh kami untuk
mengeluarkan sedekah. Kebetulan saat itu aku sedang mamiliki harta. Lalu aku
katakan, ‘Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar dimana aku tidak pernah
mengalahkan Abu Bakar sebelum ini. Aku datang kepada Rasulullah untuk
menginfakkan sebagian dari harta milikku.’ Rasulullah bertanya kepadaku, ‘Lalu
apa yang kamu sisakan untuk keluargamu?’ Aku katakan kepada Rasulullah bahwa
aku meninggalkan (untuk keluargaku) seperti apa yang aku infakkan (masih
tersisa setengah harta untuk keluargaku red-) Kemudian Abu Bakar datang kepada
Rasulullah dengan menginfakkan seluruh hartanya. Rasulullah menanyakan padanya,
‘Lalu apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku
menyisakan untuk mereka Allah dan Rasulullah.’ Aku (Umar) berkata setelah itu
bahwa aku tidak mungkin untuk mengalahkannya dalam segala hal untuk selamanya.”
(HR. Abu Daud, Tirmidzi).
Kecerdasan Abu Bakar
Ibnu Umar pernah ditanya, “Siapa
yang memberikan fatwa di zaman Rasulullah?” Dia berkata, “Abu Bakar dan Umar.
Aku tidak tahu orang lain selain mereka berdua.” Pada suatu saat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamberkhutbah
dihadapan para sahabat, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya
Allah Yang Mahaagung telah memberikan pilihan kepada seorang hamba antara dunia
dan akhirat. Lalu, hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah.” Ketika mendengar hal itu, Abu
Bakar menangis lalu berkata, “Kami menjadikan anak-anak dan ibu-ibu kami
sebagai jaminan.” Kami (para sahabat red-) merasa aneh dengan tangisannya yang
spontan tatkala Rasulullah memberitahukan tentang seorang hamba yang diberi dua
pilihan. Rasulullah adalah orang yang diberi pilihan itu, sedangkan Abu Bakar
adalah orang yang pandai di antara kami. Rasulullah kemudian bersabda,“Sesungguhnya
orang yang paling setia dalam persahabatannya denganku dan dalam hartanya,
adalah Abu Bakar. Andaikata aku mengambil seseorang mejadi kekasih selalin
Tuhanku, niscaya aku akan jadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Namun aku
menjadikan dia sebagai saudara seagama yang penuh cinta.” (HR. Bukhari-Muslim).
Ibnu Katsir berkata, “Abu Bakar
adalah sahabat yang paling baik bacaannya─yakni dialah yang paling mengerti
tentang Al-Qur’an. Oleh karena itu, Rasulullah menjadikannya sebagai imam
shalat para sahabat.” Selain paham Al-Qur’an, Abu Bakar merupakan orang yang
paling paham sunnah.
Abu bakar Merupakan Sahabat yang
Paling Utama
Imam Bukhari meriwayatkan dari
Abdullah bin Umar, dia berkata, “Kami diperintahkan memilih orang-orang (yang
paling utama) di zaman Rasulullah, lalu kami memilih Abu Bakar, lalu Umar, kemudian
Utsman.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin
Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Aku menanyakan pada ayahku, siapa manusia
yang paling baik setelah Rasulullah?” Beliau menjawab, “Abu Bakar.” Kemudian
aku tanyakan lagi, “Siapa setelahnya?” Beliau menjawab, “Umar.” Dan aku takut
jika dia menyebut Utsman setelahnya. Maka kukatakan, “Setelah itu pasti Anda.”
Namun beliau menjawab, “Aku hanyalah salah seorang dari kaum muslimin.” (HR.
Bukhari).
Pengangkatannya Sebagai Khalifah
Al-Waqidi meriwayatkan dari
Aisyah, “Sesungguhnya Abu Bakar di ba’iat pada saat Rasulullah wafat, pada hari
Senin tanggal dua belas Rabiul Awwal sebelas Hiriyah.”
Az-Zuhri berkata, “Diriwayatkan
dari Anas bin Malik, dia berkata, ‘Aku mendengar Umar berkata pada hari itu
(hari wafatnya Rasulullah) kepada Abu Bakar, ‘Naiklah ke atas mimbar,’ maka ia
(Umar) pun terus menuntut hingga Abu Bakar naik ke atas mimbar dan di ba’iat
oleh seluruh kaum muslimin.’”
Terlihat dengan jelas bahwa para
sahabat dari kalangan Muhajirin maupun Anshar telah sepakat untuk mengangkat
Abu Bakar sebagai khalifah.
Wafatnya
Abu Bakar wafat pada hari Senin
di malam hari. Ada pula yang mengatakan bahwa Abu Bakar wafat setelah maghrib
(malam selasa) dan dikuburkan pada malam itu juga, yaitu tepatnya delapan hari
sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir 13 Hijriyah. Sebelum meninggal, Abu
Bakar sakit selama lima belas hari. Pada saat sakit, Abu Bakar mewasiatkan agar
tampuk pemerintahan kelak diberikan kepada Umar bin Khathab.
Abu Bakar memimpin sebagai
khalifah selama dua tahun tiga bulan. Beliau wafat pada umar 63 tahun. Di
antara wasiat Abu Bakar kepada Aisyah, “Aku tidak meninggalkan harta untuk
kalian kecuali hewan yang sedang hamil, serta budak yang selalu membantu kita
membuat pedang kaum muslimin. Oleh karena itu, jika aku wafat, tolong berikan
seluruhnya kepada Umar.” Ketika Aisyah menunaikan wasiat itu kepada Umar, maka
Umar berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Sesungguhnya dia telah membuat
kesulitan (untuk mengikutinya) bagi orang-orang yang menjadi khalifah
setelahnya.”
Beliau dimakamkan berdampingan
dengan makam Rasulullah yang terletak di kamar Aisyah. Beliau pun di shalatkan
oleh Umar bin Khathab.